2 Tesalonika 1:3-12 "Ucapan Syukur Dan Doa" // MTPJ 27 Juli 2025
2 Tesalonika 1:3-12
Rasul Paulus pernah
mengunjungi jemaat yang ada di Tesalonika bersama dengan Silas, hal ini diceritakan
dalam Kisah Para Rasul 17:1-9. Dalam kisah tersebut khususnya pasal 17:2
disebutkan bahwa Paulus membicarakan di sebuah rumah ibadat Yahudi tentang
Kitab Suci yakni mengenai Yesus yang adalah Mesias selama 3 hari Sabat
berturut-turut, itu berarti Paulus pernah berada di Tesalonika kurang lebih 3
minggu lamanya. Namun dalam waktu yang singkat tersebut banyak orang yang menjadi
percaya kepada Yesus, beberapa di antaranya ialah sejumlah besar orang Yunani
yang takut akan Allah dan tidak sedikit perempuan-perempuan terkemuka. Namun
sayang sekali ada juga orang-orang Yahudi yang menjadi iri hati dan dengan
bantuan beberapa penjahat yang berkeliaran di pasar, mereka mengadakan keributan
dan kekacauan di kota tersebut dengan menuduh Paulus dan Silas sebagai orang-orang
yang melawan kaisar yang akhirnya Paulus dan Silas keluar dari Tesalonika.
Namun ternyata perkembangan
iman di jemaat Tesalonika tetap bertahan sekalipun mengalami penderitaan karena
segala penganiayaan dan penindasan yang dialami oleh jemaat karena iman di
dalam Yesus. Oleh karena itu Rasul Paulus bersama Silwanus dan Timotius menuliskan
surat bagi jemaat di Tesalonika untuk menguatkan hati jemaat agar mereka tetap
mempertahankan iman tersebut.
Secara khususnya dalam
2 Tesalonika 1:3-12 ada 3 pokok bahasan yang dapat dipelajari dari catatan ini,
yaitu:
Yang pertama, ayat 3-5 tentang
Ucapan Syukur Paulus bagi jemaat di Tesalonika.
Cara Paulus
memperhatikan jemaat di Tesalonika mengingatkan kita bahwa ternyata orang
beriman pasti akan mengalami rasa syukur ketika ia mendapati orang lain bertahan
dalam iman sekalipun sedang dalam penganiayaan yang hebat.
Kata “ucapan syukur”
berasal dari kata “eukharistein”dari kata “eukaristoo” yang berarti mengucap
syukur atau berterima kasih. Ada beberapa alasan yang membuat Paulus mengucap
syukur kepada Allah, di antaranya ialah; karena iman jemaat yang semakin
bertambah dan karena kasih di antara jemaat semakin kuat. Kata bertambah diterjemahkan dari kata “huperauxano”.
Kata
ini merupakan kata majemuk yang berasal dari dua bagian: 'huper' yang berarti
"di atas" atau "di luar," dan 'auxano' yang berarti
"tumbuh" atau "bertambah." Oleh karena itu,
Huperauxano menyampaikan gagasan tentang peningkatan yang luar biasa.
Paulus menyebut bahwa
hal ini terlihat dari bagaimana sikap jemaat di Tesalonika yang tetap bermegah
dalam ketabahan serta sekalipun dalam penganiaayan dan penindasan iman jemaat
di Tesalonika justru tidak mengalami kemunduran. Paulus dan Silas yang pernah
berada di Tesalonika dengan situasi yang mencekam bahwa mereka mengalami
penolakan oleh beberapa kalangan orang tentu merasa bahwa hal ini tidaklah
mudah bagi mereka yang ada di Tesalonika untuk mengalami hal yang sama seperti
yang ia alami. Oleh karena itu orang yang tetap bertahan dalam iman kepada
Yesus sekalipun menderita adalah orang-orang yang menunjukkan kualitas imannya
dengan tepat.
Paulus menyebut bahwa
keadilan yang Allah berikan atas penindasan yang dialami oleh jemaat di Tesalonika
ialah bahwa “mereka layak menjadi warga Kerajaan Allah”. Kata layak diterjemahkan dari istilah Yunani
yaitu kataxioothenai yang berarti “kata”
yang berarti perbuatan dan “äxioo” yang berarti layak / pantas, hal ini
bermakna menyiratkan penilaian Ilahi atau otoritatif kelayakan yang diberikan
Tuhan. Konsep kelayakan banyak kali diimbangi dengan kasih karunia Allah, namun
“kataxioo” justru memperlihatkan konsep kelayakan karena Allah menilai sikap
hidup terpuji yang dilakukan oleh umat. Pada akhirnya para pembaca bisa menarik
kesimpulan bahwa kelayakan dalam teks ini selalu didasari pada kasih karunia
Allah dan Allah memandang penting perbuatan iman yang dilakukan oleh manusia. “Kataxioo”
mendesak orang-orang beriman untuk mempertahankan iman mereka dan menyelaraskan
hidup mereka dengan panggilan Tuhan.
Yang Kedua, Keyakinan akan
keadilan Allah. Adil diterjemahkan dari kata “dikaois””yang menunjuk peada kata
sifat yang benar. Kata dikaios sebenarnya digunakan oleh Yunani Helenistik
untuk membedakan orang-orang saleh pada masa era pra-Kristen, namun Paulus
menggunakan kata ini yang merujuk pada sifat dan Tindakan Allah untuk
membalaskan penindasan yang dialami jemaat Tesalonika. Hal ini memberi penguatan
bagi jemaat di Tesalonika agar mereka tidak berusaha untuk membalas kejahatan
dengan kejahatan sebab Allah memperhatikan segala yang mereka alami. Apa yang
penting untuk direnungkan dalam mengalami penindasan ialah bukan tentang
bagaimana menemukan kepuasan dengan cara membalas dengan cara yang sama dari
apa yang dilakukan orang lain, namun apa yang penting ialah bagaimana seseorang
mendapatkan kelegaan karena Allah terus menyertai orang percaya dan suatu kali
kelak Allah akan menyatakan diri-Nya
dengan kuasa yang tidak dapat digagalkan oleh siapa pun. Pembalasan Allah
diberlakukan kepada para penindas, kepada mereka yang tidak mau mengenal Allah dan
yang tidak mau mentaati Injil Yesus Kristus. Hal ini berbanding terbalik dengan
orang-orang yang Kudus sebab akan tiba waktunya orang-orang kudus akan
memuliakan Allah. Kata mulia dari kata “edoxian” dari kata dasarnya “doxa” yang
melambangkan pujian dan kehormatan yang diberikan kepada Tuhan oleh umat-Nya.
Yang ketiga, Doa Paulus bagi
jemaat di Tesalonika. Isi doa Paulus ialah agar Allah menganggap jemaat
Tesalonika layak bagi panggilan-Nya dan menyempurnakan segala pekerjaan
sehingga Tuhan Yesus dimuliakan di dalam kamu dan kamu di dalam Dia. Kata “panggilan”
diterjemahkan dari “Klesis” artinya “undangan Ilahi” bukan panggilan dari diri
sendiri melainkan bermakna pada pilihan yang sudah ditetapkan Allah sebagai
suatu anugerah.
Dari hal ini setiap pembaca diajak untuk memahami bahwa:
1. Setiap orang percaya harus saling menopang dan saling mendoakan agar dapat saling menguatkan dalam menghadapi segala gumul yang terjadi.
2. Manusia memang diselamatkan hanya oleh kasih karunia Allah, namun segala perbuatan manusia semua diperhatikan Allah untuk menjadikan manusia layak dalam Kerajaan Allah.
3. Baik ketaatan umat maupun kefasikan manusia semua akan mendapatkan balasannya oleh Tuhan. Oleh sebab itu orang percaya diajak untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan namun menyerahkan semua dalam otoritasnya Tuhan. Bertahan dalam iman sekalipun penuh dengan penderitaan.
Dari hal ini kita juga belajar bahwa pada akhirnya Allah
yang akan menyempurnakan segala sesuatu yang ada dalam diri manusia untuk menjadi
seperti apa yang sudah ditetapkan Allah dalam hidup kita.
Tuhan Yesus dimuliakan, amin.
Komentar
Posting Komentar