Matius 27:1-10 "Yesus Diserahkan Kepada Pilatus Kematian Yudas" // Mtpj gmim 6 April 2025, renungan kristen,
Matius 27:10 “Yesus
Diserahkan Kepada Pilatus
Kematian Yudas”
Setiap orang pasti pernah berbuat salah, dan
persoalannya ialah “bagaimana menyikapi tindakan salah yang sudah terlanjur
dilakukan?”. Mari kita belajar dari apa yang tersirat dari teks Matius 27:1-10.
Injil Matius ditulis oleh salah satu murid Yesus yaitu Matius. Kitab ini
ditulis pada tahun 75 Masehi yang ditujukan kepada orang -orang Yahudi yang
sedang dalam keadaan menderita oleh karena kehancuran Yerusalem dan terutama
kehancuran Bait Allah. Maka Injil Matius
ini dicatat untuk memperkuat iman orang percaya dari kalangan Yahudi agar tetap
setia dan percaya terhadap Injil mengenai Yesus Kristus.
Matius 27:1-10 tidak dapat dipisahkan dengan kisah
sebelum dan sesudahnya. Kisah ini menceritakan tentang Yesus yang telah
ditangkap. Semenjak Yesus ditangkap, segala proses untuk membuat Yesus dapat
dihukum nampaknya dibuat secara tergesa-gesa.
Sanhedrin adalah kelompok pemimpin agama Yahudi yang
berwenang untuk mengadili kasus agama. Nampaknya imam-imam kepala dan para
tua-tua yang dimasud dalam ayat 1 ialah mereka yang disebut sebagai kelompok
Sanhedrin. Dalam Matius 26:59 diceritakan bahwa imam-imam kepala mencari
kesaksian palsu terhadap Yesus supaya Yesus dapat dihukum mati. Yesus dituduh melakukan
pelanggaran agama karena mengaku sebagai “Anak Allah”. Pengakuan tersebut
dianggap sebagai bentuk penghujatan terhadap Allah dan karena itu harus dihukum
mati. Yesus diperhadapkan dengan beberapa bentuk pengadilan, di antaranya
pengadilan agama yakni oleh Mahkamah Agama (Sanhedrin), dan pengadilan Romawi
oleh yang dalam hal ini oleh Pilatus sebagai Gubernur Romawi di Yudea.
Dalam narasi Injil, Yesus dituduh melakukan penghujatan dan mengklaim diri sebagai Raja
orang Yahudi, sebuah tuduhan yang dianggap sebagai ancaman politik terhadap
otoritas Romawi. Peran Pilatus dalam
sejarah tidak hanya penting dalam konteks religius, tetapi juga menjadi simbol
dari persimpangan antara kekuasaan politik dan tanggung jawab moral
Ayat 2 Yesus mengalami Tindakan-tindakan kekerasan
sebelum akhirnya disalibkan, termasuk di antaranya ialah dengan dibelenggu atau
diikat dan diserahkan kepada Pilatus. Kita bisa belajar dari penderitaan yang
dialami Yesus. Ia mengalami penderitaan yang tak layak Ia dapatkan dan justru
Ia dapat dari orang-orang yang mengerti tentang Hukum Taurat. Derita Yesus
mengingatkan kita bahwa kadang ada derita yang tidak disebabkan oleh karena
kesalahan kita, namun tetaplah hadapi segala hal Bersama dengan Tuhan. Kadang
orang yang kita anggap patut diteladani justru menjadi orang yang mengecewakan
hidup kita. Tidak ada manusia yang sempurna, oleh karena itu marilah kita
berpengharapan hanya kepada Tuhan saja.
Ayat 3-9 menceritakan tentang Yudas yang menyesali
perbuatannya karena telah menjual Yesus dengan harga 30 keping perak. Motivasi
mengapa Yudas menjual Yesus ialah karena Yudas mencintai uang. Ingat Firman
Tuhan berkata bahwa akar segala kejahatan ialah “cinta uang” (1 Timotius 6:10).
Karena uang orang bisa menghalalkan berbagai cara, mengkhianati teman, menjual
diri sendiri dan lain sebagainya. Karena uang juga manusia bisa meninggalkan
Tuhan Yesus. Keluaran 21:32 menyebut harga 30 keping perak itu adalah harga
seorang budak, demikian harga Yesus di mata Yudas Iskariot. Jika dirupiahkan
maka harga 30 keping perak ini tidak sampai 300 ribu rupiah.
Penyesalan Yudas semakin mendalam Yudas disebabkan oleh
karena 1). Yesus telah dijatuhi hukuman mati; 2) Ia telah menyerahkan darah
orang yang tak berdosa; dan 3) rasa penyesalannya tidak dapat mengembalikan
keadaan agar Yesus tidak dihukum mati. Kata penyesalan yang dialami oleh Yudas
menggunakan kata “metamellomai” yang berarti “perasaan menyesal”. Perasaan ini
berbeda dengan “metanoia” yaitu perubahan pola pikir kearah yang lebih baik
atau pertobatan. Perasaan “metamellomai” tidak membawa Yudas untuk berada pada
pola pikir yang tepat, oleh karena itu tidak heran jika Yudas justru mengakhiri
hidupnya dengan tidak tepat pula.
Dalam ayat 5 dituliskan bahwa Yudas kemudian
mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri, sementara dalam Kisah Para
Rasul 1:18 mencatat bahwa Yudas mati dengan cara jatuh tertelungkup dan
perutnya terbelah sehingga semua isi perutnya tertumpah keluar. Mungkin setiap
pembaca akan bingung untuk menentukan mana cerita yang benar, namun lihatlah
sebenarnya kedua bagian ini saling memperlengkapi satu dengan yang lainnya,
bahwa Matius mencatat tentang “cara Yudas mengakhiri hidupnya”, sedangkan dalam
Kisah Para Rasul 1 mencatat tentang bagaimana keadaan Yudas Ketika meninggal.
Ada yang menyebut bahwa sesungguhnya Yudas hendak mati dengan cara menggantung
diri, tapi pada akhirnya tali yang dia gunakan kemudian terputus hingga membuat
ia jatuh dan terjadilah peristiwa yang digambarkan dalam Kisah Para Rasul bahwa
ia jatuh tertelungkup,perutnya terbelah dan semua isi perutnyanya tertumpah ke
luar. Kematian tragis sungguh dialami oleh Yudas.
Ayat 7 Matius mencatat bahwa para imam-imam kepala
kemudian “membeli” tanah dari uang 30 keping perak tersebut. Sedangkan Kisah
Para Rasul 1:18 mencatat bahwa “Yudas telah membeli sebidang tanah dari hasil
upah kejahatannya”. Mungkin juga akan jadi pertanyaan siapa sebenarnya yang
membeli tanah itu? Apakah para imam atau Yudas? Marilah kita melihat dari
terjemahan aslinya. Kata “membeli” dari Matius 27:7 diterjemahkan dari kata
“egorasan” yang menunjukkan adanya transaksi jual beli. Sedangkan Kis. Para
Rasul 1:18 kata “membeli” diterjemahkan dari kata “ëkthesato” yang bukan
menunjukkan transaksi jual beli tetapi menunjukkan hasil dari apa yang telah
dilakukan Yudas. Karena itu dalam terjemahan Baru 2 dari LAI telah lebih
memperjelas terjemahan dari Kisah Para Rasul 1:18 yaitu “Yudas telah memperoleh
sebidang tanah dari hasil kejahatannya”. Dalam Bahasa Manado mengatakan “dia so
dapa noh apa tu dia da beking”.
Ayat 9-10 mencatat bahwa sikap Yudas memang sudah
dinubuatkan oleh Yeremia. Kalimat yang dikutip oleh Matius ini memang dari
kalimat Zakharia 11:12-13, namun sebenarnya hal ini juga telah dinubuatkan oleh
nabi Yeremia. Dalam hal ini, dari Kitab Yeremia pasal 18 dan Yeremia 19:6
mengenai di mana letak “Hakal-Damah” tersebut. Tempat itu disebut tanah darah
sebab menjadi tempat tanah pembunuhan. Orang mungkin akan berpikir bahwa jika
hal ini sudah dinubuatkan, berarti Allah sendiri telah merancangkan bahwa hal
ini harus terjadi, jadi apakah Allah juga merancangkan suatu hal yang jahat?
Matius 18:7 bagian akhir Yesus berfirman bahwa
“memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang
mengadakannya”. Ini mengingatkan bahwa
Allah tidak pernah merancang kejahatan, karena setiap pilihan untuk berbuat
baik atau jahat keputusannya adalah pada manusia itu sendiri.
Belajar dari hal ini kita Kembali pada pertanyaan
awal, yaitu setiap orang mungkin pernah mengambil suatu keputusan yang salah,
jika hal tersebut sudah terjadi, maka apa yang pantas dilakukan selanjutnya?
Ada orang yang berkata bahwa “penyesalan itu selalu terjadi di belakang”. Kita
bisa belajar dari kisah Yudas, bahwa janganlah terobsesi dengan harta. Orang
yang terlalu mencintai uang akan menghalalkan apa saja agar tujuannya tercapai.
Uang tidak menjamin rasa damai apalagi jika diperoleh dengan cara yang tidak
tepat. Ingat bahwa akar segala kejahatan ialah “cinta uang”. Yudas sebenarnya
memiliki kesempatan untuk hidup dalam pertobatan, tetapi sayang sekali Yudas
tidak menggunakan penyesalannya sebagai kesempatan untuk bertobat. Selama Tuhan
memberikan nafas kehidupan berarti ada kesempatan bagi kita untuk bertobat.
Jangan membiarkan diri untuk hidup dalam penyesalan tanpa ada pertobatan, agar kita
tidak terjebak pada “menyalahkan diri sendiri” apalagi kemudian berujung pada
Tindakan menyakiti diri sendiri.
Ingat Yesaya 55:7 berkata “Baiklah orang fasik
menginggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia
Kembali kepada Tuhan, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita,
sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya”. Tuhan Yesus dimuliakan.
Komentar
Posting Komentar